Imajiner: Yang Tertunda

by - 7.8.20



7 September
Tahun 2017

Ngomong-ngomong...
Terima kasih, ya.

Setidaknya aku tahu sekarang, kamu masih memiliki rasa bersalah dalam dirimu. Keinginanmu untuk meminta maaf padaku diterima. Aku begitu bersyukur. Terbesit aku pernah berpikir, “Sampai kapan kamu memiliki rasa tidak bersalah dan enggan mengatakan maaf padaku?” namun sudah berlalu. Akhirnya hari ini kamu menyatakan rasa bersalahmu. Aku tahu perbuatanmu yang lalu pasti memiliki maksud yang aku tidak tahu. Aku pun sudah lupa; mungkin tidak peduli lagi tepatnya.


Tetapi... Terima kasih lagi, ya.

Awalnya kukira kamu akan benar-benar mengakhiri hubungan kita. Ya, benar... Waktu itu memang berakhir. Kamu yang mengakhiri. Kamu yang menjadikan semua hancur karena alasanmu sendiri. Kamu... Bahkan tidak berbalik ke arahku.

    Lagi-lagi itu dulu.

Sekarang ada bukti. Kamu mau berhubungan baik denganku lagi, bukan? Bila itu aku tentu saja jawabannya masih.

    Jangan malu. Memang apa salahnya dengan berteman setelah adanya pertengkaran? 
    Jangan melihat orang lain. Itu beda cerita. Kita dan mereka beda. Kita ya kita.
    Mengerti?


Sudah lama tidak berkomunikasi, akhirnya terjadi lagi. Kamu tetap jadi sahabatku. Aku masih tahu dengan kisah lamamu, kamu pun tahu dengan cerita gelapku. Dan aku tahu, ada sisi yang memang sudah menjadi sifatmu, dan aku tidak punya hak untuk mengatur itu. Lucunya, itu khas ada pada dirimu. Menggemaskan...

Untuk sekarang, sewaktu-waktu kamu membutuhkan tempat cerita, berbagi ketidakwarasan, aku harap kamu tidak perlu sungkan lagi. Kamu tetap bisa menjadikan aku tempatmu, sama, dan semoga lebih baik dari dahulu.

    Anggap saja yang lalu tidak pernah terjadi.
    Anggap saja, aku dan kamu tetap sama seperti sediakala.

Ingatkah waktu itu, aku menyempatkan bercerita tentang menginginkan sesuatu? Huft... Aku tidak yakin kamu ingat. Tidak apa-apa. Aku pun tidak akan memperdebatkan.


Sekali lagi, terima kasih.

Masih tidak menyangka kamu memiliki keberanian di hari ini. Ucapanmu akan aku simpan di laci ceritaku. Sekarang kuncinya sudah kutemukan kembali. Akan kujaga di tempat biasa ku menggantungankan kunci di tembok sebelahnya. Aku harap kunci ini tetap tergantung.


Kesalahan, ego, dan kesibukan pasti ada di raga seseorang. Kamu, juga aku.
Bukan berusaha untuk lupa akan masa lalu, tapi untuk sesegera menerima dan memaafkannya.

    Apa yang kamu harapkan dari anak usia belasan tahun?

 


I hope this is not “The End of Our Story”, i miss us so much.
Will you still be my friend? 



Salam,
GGG

You May Also Like

0 comments